Kepedulian Dosen Ma Chung Tingkatkan Perekonomian Warga Desa Kucur Kabupaten Malang Lewat Wine Coffee

Kota Malang, inimalangraya.com – Wine Coffee jadi produk unggulan petani kopi Desa Kucur, Kecamatan Dau, Kabupaten Malang sebagai inisiasi dari Dr. apt. Rollando, S.Farm., M.Sc.
Kecintaannya akan kopi membuatnya tak rela jika tanaman kopi di kawasan tersebut seluruhnya ditebang dan dijadikan pohon jeruk.
Menurut staf pengajar di Program Studi Farmasi, Universitas Ma Chung, Malang ini, kebun kopi adalah bagian dari hidupnya dimana ia sangat akrab dengan perkebunan kopi milik kakeknya di Ngabang, Kalimantan Barat.
“Kalau pas liburan, saya senang bermain di kebuh kopi, milik kakek saya. Nggak tahu, saya bisa seharian bermain di kebun kopi. Enak, hawanya segar dan sejuk,” tutur Dekan Fakultas Ilmu Kesehatan ini.
Menurut pria yang lahir di Ngabang, Kalimantan Barat pada 18 November 1989, ia tergugah saat beberapa warga di Desa Kucur memilih untuk menanam jeruk dan menebang beberapa pohon cengkeh dan kopi.
Desa tersebut sangat dekat dengan kampus tempat ia mengajar sehingga ia pun memiliki inisiatif untuk membudidayakan kopi di desa tersebut.
“Saat itu ada salah satu petani kopi yang mengatakan bahwa tanaman jeruk lebih menjanjikan secara ekonomi,” lanjutnya. “Meman gada warga yang masih menanam kopi meski tinggal sedikit.”
Selayaknya dosen, Rollando mengemban Amanah Tri Dharma Perguruan Tinggi, salah satunya pengabdian kepada masyarakat.
Dorongan inilah yang membuatnya mengembangkan program berjudul Pengembangan dan Scale-Up Produk Kopi Fermentasi (Wine Coffee) pada Kelompok Tani Kopi di Desa Kucur, Malang pada 2021.
“Sejak itu saya menghabiskan waktu makin intensif bersama para petani kopi. Dengan ilmu yang saya miliki, saya mengajak petani kopi berlatih mengolah biji kop karena kualitas biji kopi sangatlah perlu peningkatan supaya bernilai jual lebih tinggi,” lanjutnya.
Budi Daya Konvensional Menjadi Proses Fermentasi Kopi Modern Berkelas
Selama ini, budi daya konvensional petani kopi di desa Kucur adalah mengikuti alur petik, jemur dan jual.
“Tentu nilai jualnya sulit dengan pengolahan seperti itu. Apalagi biji kopi yang dipetik, belum semua matang atau tidak petik merah,” katanya.
Untuk mengatasi hal tersebut, ia tawarkan program pembuatan wine coffee sebagai solusi inovatif bagi petani Desa Kucur di Desa Dau Kabupaten Malang itu.
“Wine coffee merupakan kopi hasil fermentasi yang memiliki karakter rasa lebih kompleks, menyerupai anggur atau wine, yang banyak diminati pasar premium,” paparnya.
Gayung bersambut dimana ia ajak sekelompok anak muda merintis Kelompok Tani Kopi ‘Republik Tani Mandiri (RTM) pada 2019 sebagai kelompok mitra program yang ia dan timnya usulkan.
“Program yang dirancang, mencakup beberapa aspek, mulai dari pelatihan teknik fermentasi, hingga pengolahan pasca-panen, seperti pengeringan dan penyimpanan biji kopi untuk menjaga kualitasnya, “ lanjut dia.
Di samping itu, kelompok tani kopi RTM ajak teman-teman petani untuk mengenal pengetahuan tentang branding dan desain kemasan.
“Tampilan produk jadi faktor penting dalam menarik perhatian konsumen sehingga pendampingan tak sekadar di tahap produksi. Para petani juga dilatih strategi pemasaran berbasis digital, termasuk pemanfaatan media sosial, e-commerce, serta kolaborasi dengan pemilik kafe dan roastery,” papar Rollando.
“Harapannya adalah Wine Coffee hasil budi daya Kelompok Tani Kopi RTM dapat meningkat menjadi produk specialty, dengan harga lebih baik,” pungkasnya.
BACA JUGA